Rangkuman buku Teori dan Praktek Konseling dan Psikologi (Penulis Gerald Corey) PART-2

link Part 1 (klik disini) .. lanjutan FUNGSI DAN PERAN TERAPIS .. Rangkuman buku Teori dan Praktek Konseling dan Psikologi (Penulis Gerald Corey) 

dirangkum oleh Yunita Sakinatur, S.Psi

Suatu masalah dasar yang harus dihadapi oleh setiap terapis adalah masalah yang menyangkut fungsi-fungsi serta penentuan peran terapis. Apakah terapis seorang teman, ahli, pemberi saran, penolong, penjelas, pemberi informasi, penantang, penyedia alternatif-alternatif, atau seorang guru? Apakah terapis memainkan peran-peran tersebut pada berbagai kesempatan? Jika demikian, apa sesungguhnya peran terapis dalam proses membantu klien?

Kenyataan bahwa terdapat banyak peran yang pantas sering membingungkan para terapis pemula. Bagaimana para terapis menentukan peran-peran mereka? Apa pengaruh-pengaruh setting tempat praktek terhadap peran-peran mereka? Apa yang harus dilakukan oleh para terapis jika mereka berselisih pendapat dengan lembaga mengenai apa yang harus mereka lakukan?

Suatu masalah yang mungkin dihadapi para konselor adalah apa yang akan dilakukan apabila pandangannya berbenturan dengan tuntutan-tuntutan yang berasal dari posisi pekerjaan mereka. Misalnya para konselor sekolah, penulis (psikolog) memposisikan para konselor sebagai orang yang menjalankan konseling psikologis. Minat psikolog tertuju pada “konseling nyata”, baik secara individual maupun dalam kelompok, dan mereka tidak mau menerima apa yang mereka pandang sebagai “fungsi-fungsi yang tidak pantas” atau tidak konsisten dengan fungsi konselor yang efektif. Selanjutnya, para pimpinan sekolah memiliki persepsi yang berbeda tentang peran-peran para konselor menjalankan tugas-tugas: memeriksa kamar mandi untuk menemukan para perokok, mengawasi ruangan pada waktu makan siang, bertindak sebagai pendisiplin dengan menghukum dan mengeluarkan para siswa dan mengubah jadwal akademik. Dalam situasi-situasi nyata seperti itu adalah menjadi bagian dari tanggung jawab profesional para konselor untuk menentukan peran-peran mereka sendiri dan untuk memberi tahu pimpinan tempat mereka bekerja.

Seperti yg diketahui, tanggung jawab itu tidak selalu bisa dijalankan, maka dari itu para konselor yg merasa bahwa mereka diminta untuk menjalankan fungsi-fungsi yang tidak sesuai dengan pandangan mereka tentang konseling harus memutuskan apakah mereka bisa terus bekerja pada suatu lembaga tanpa nurani mereka terganggu jika mereka tidak bisa membawa perubahan-perubahan yang esensial.

Penulis mendorong para konselor untuk membuat suatu evaluasi kritis yang menyangkut fungsi-fungsi konseling yang layak (membantu para klien menyadari kekuatan-kekuatan mereka sendiri, menemukan hal-hal yang merintangi kekuatan diri sendiri, memperjelas menjadi pribadi macam apa yang mereka inginkan. Pemecahan masalah ≠ fungsi utama konseling. Konseling = suatu proses dimana klien diajak untuk melihat tingkah laku dan gaya hidup mereka sendiri secara jujur, serta membuat putusan-putusan mengenai cara-cara yang diinginkan untuk memodifikasi kualitas kehidupan mereka. Jadi tugas terapis/konselor itu ganda; konselor butuh memberikan dukungan dan kehangatan, tetapi juga cukup berperhatian untuk menentang dan berkonfrontasi.

Fungsi esensial dari terapis atau konselor adalah memberikan umpan balik yang jujur dan langsung kepada klien. Klien kemudian bisa menyaring dan memilih umpan balik yang berasal dari terapis, menentukan apa yang disaring, dan membuat putusan-putusan berdasarkan umpan balik.

Kemudian fungsi dan peran terapis adalah tingkat pelaksanaan kendali oleh terapis terhadap tingkah laku klien selama di dalam maupun di luar pertemuan terapi. Beberapa sepakat memasukkan struktur, beberapa tidak seragam dengan derajat strukturnya. Contoh: (1) Terapis rasional emotif beroperasi dengan struktu sangat direktif, dikdaktif, persuasif dan konfrontatif; mereka sering memberikan PR yang dirancang agar klien mempraktekkan tingkah laku baru di luar pertemuan terapi (2) client-centered menyajikan struktur umum, longgar dan tak ditetapkan. klien menentukan arah perjalanan terapi ; menetapkan apa yang akan dibicarakan, terapis mengikuti arah klien dan tinggal dalam kerangka acuan klien.

Para terapis perlu menyadari pentingnya pengaruh tingkah laku mereka terhadap para klien mereka. Keliru jika para terapis hanya sebatas mengajarkan tanggung jawab, merefleksikan perasaan-perasaan dan semacamnya. Dianjurkan untuk menggabungkan tingkah laku yang beragam kedalam gaya terapi, maka dari itu pelajari berbagai aliran konseling dan integrasikan sejumlah metode dari berbagai pendekatan.

Ada saat-saat terapis menjadi interpretatif, ada saat-saat terapis menuntun para klien untuk menafsirkan sendiri makna-makna tingkah laku mereka. Boleh saja terapis menjadi sangat direktif dan ketat, sementara di kesempatan lain menjadi sangat luwes dan tanpa struktur yang jelas. Langkah-langkah terapis banyak bergantung pada; maksud terapi, setting, kepribadian dan gayanya sendiri, dan keunikan klien tertentu. Konseling adalah suatu ilmu pengetahuan tersendiri yang tidak terlepas dari tingkah laku dan kepribadian konselor. 

Jadi masalah yang penting adalah sejauh mana seorang konselor harus menjadi dirinya yang nyata selama pertemuan konseling. Apa pembatasan-pembatasan yang diperlukan? Terapis atau konselor harus selalu bertanya kepada dirinya sendiri: Apa yang saya lakukan? Kebutuhan-kebutuhan siapa yang harus dipenuhi? Kebutuhan-kebutuhan klien atau kebutuhan saya sendiri? Apa pengaruh tingkah laku saya terhadap klien?

Masalah dasar lainnya adalah pembagian tanggung jawab, harus dijelaskan sejak pertemuan awal. Tugas terapis untuk sejak dini dalam hubungan terapi mendiskusikan soal-soal yang spesifik seperti lamanya dan banyaknya pertemuan, kerahasiaan, tujuan-tujuan umum, dan metode yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan. Baik terapis dan klien, harus memikul tanggung jawab atas arah terapi. Jika hanya terapis yang menetapkan, jatuhnya menjadi terlalu direktif, dan mengekalkan kebergantungan klien. 

Metodologi bergantung pada motivasi klien untuk berubah. Contoh, seorang klien merasa direndahkan oleh istrinya, dan ketika mengalami itu biasanya dia merasakan kebencian yang ditahannya. Saran terapis atau konselor bisa jadi “Lain kali, jika Anda merasa meski hanya sedikit direndahkan oleh istri Anda, mengapa Anda tidak mengambil resiko (keberanian) memberitahukannya apa yang Anda rasakan? Mengapa tidak mencoba selama satu minggu mengungkapkan kebencian itu alih-alih menahannya, hanya untuk melihat apa yang terjadi?”. Contoh lagi, Klien bersedih, mengatakan bahwa dia merasakan adanya jarak dengan ayahnya, dan dia benar-benar ingin dekat dengan sang ayah sebelum terlambat. Konselor atau terapis dapat menyarankan klien untuk menulis surat panjang untuk ayahnya dan menceritakan kepadanya apa yang sesungguhnya dirasakan serta apa yang ingin dirasakannya dengan ayahnya — kemudian konselor atau terapis menyarankan kepadanya untuk tidak mengirimkan surat itu. Ini merupakan suatu strategi agar klien berhubungan lebih dekat dengan kesakitannya dan dengan apa yang akan dilakukannya terhadap kesakitannya itu. Pada pertemuan berikutnya klien dan konselor atau terapis dapat mengeksplorasi apa yang ingin dilakukannya: melanjutkan persoalan dengan ayahnya, menulis lebih banyak lagi, dan menyimpannya untuk diri sendiri, atau melupakan saja masalah itu. 

Sangat penting bagi terapis untuk mewaspadai usaha-usaha klien untuk memanipulasi terapis kepada pemikulan tanggung jawab yang klien sendiri sanggup memikulnya. Banyak klien yang meminta “jawaban ajaib” dari terapis sebagai suatu cara melarikan diri dari kecemasan yang timbul dari keharusan membuat penyelesaian-penyelesaian sendiri. Kontrak-kontrak yang inisiatifnya dari klien sangat berguna untuk memusatkan tanggung jawab pada klien. Dan selalu tanyakan kepada diri sendiri (sebagai terapis atau konselor): Apakah para klien sekarang mengerjakan apa yang menggerakkan mereka ke arah otonomi yang lebih besar dan ke tempat mereka bisa menemukan jawaban-jawaban?. Pabila kita membiarkan klien menemukan arah dari kita, maka kita menunjang kebergantungan mereka dan memperkuat kekurangan potensi yang mereka miliki.

..selanjutnya HUBUNGAN ANTARA TERAPIS DAN KLIEN..

Diterbitkan oleh yunitasakinatur

Bismillah, menulis untuk masa depan~

Tinggalkan komentar